“Mau tidak aku bisikan sesuatu?” Rayu Joe kepada Dewi yang membuat Tian sedikit muak, “Hey kalian! Tidak malu apa, sok mesra di depan ku?” Tian tampak sangat kesal akan sikap Joe dan Dewi yang tiada hentinya bergurau mempermainkan perasaannya. Tian sedang pusing dengan begitu banyak tugas dan hubungannya dengan Patria tidak berjalan semulus yang diharapkan karena kehadiran Joe yang selalu membuat kondisi tidak memungkinkan untuk sekedar berbicara berdua. “Tidak. Tidak cukup itu saja untuk membuatmu sedikit cemburu.” Jawab Dewi dengan pd-nya sambil tersenyum-senyum penuh arti kepada Joe. “Hahahahaha, cukup Dewi. Kasihan aku melihat makhluk itu dari tadi cemberut. Aku tak tahan akan cubitannya jika pulang nanti.” Eluh Joe pura-pura. “Ugh, menjengkelkan!” Akhirnya Tian menyerah pergi menuju perpustakaan fakultas untuk menyelesaikan tugasnya diwaktu senggang daripada harus menghabiskan waktu dengan Joe dan Dewi.
***
***
“Tian?” Suara terkejut seseorang melihat Tian yang sedang mengerjakan tugasnya di sudut perpustakaan.“Patria?” ucap Tian spontan ketika mendongak ke arah Patria. “Sedang apa kau disini?” tanya Tian,
“Ini perpustakaan fakultas ku,” ucap Patria santai, berhenti sebentar kemudian melanjutkan perkataannya, “Kau lupa, fakultas ku juga tekhnik.” Ucap Patria sambil mengusap kepala Tian dengan lembut, Tian lupa kalau Patria juga dari fakultas tekhnik, lagipula Patria lebih sering berada di perpustakaan mencari bahan-bahan untuk membuat artikel di majalah kampus dan risetnya. “Aku lupa, hehe.” Senyuman simpul Tian yang manis menjadi sebuah hadiah kecil untuk Patria, Patria dengan kesekian kalinya merasa dekat dan makin menyukai gadis dihadapannya hanya karena senyuman itu.
“Berhenti tersenyum karena kau membuatku makin menyukaimu.”
“Mengapa? Bukankah kau menyukainya jika aku tersenyum untukmu.”
“Tapi disini bukan tempat yang tepat untuk membuatku tak mampu berkata-kata dan membuatku kehilangan konsentrasi.”
“Aku menyukainya. Aku menyukai kau yang tak bisa berkonsentrasi jika ada aku.”
“Kau makin pintar merayu, Tian. Ajaran Joe?”
“Frekuensi ku bertemu dengan Joe lebih banyak daripada kau, apakah dengan frekuensi itu aku tak mampu menangkap apa yang Joe lakukan? Aku mungkin secara tidak langsung menangkap caranya merayu Dwi.”
“Dan kau tahu, Tian? Itu sangat cocok dengan gayamu. Kau dan Joe.”
“Dan apa kau tahu, Patria? Itu adalah salah satu yang membuatmu tak bisa memalingkan wajah dari ku.”
“Kau..”
“Aku selesai, Patria. Aku tak ingin mengganggu konsentrasimu. Pergilah ke tempat lain, dan cari konsentrasimu itu.” Ucap Tian sambil terkekeh.
“Bagaimana jika konsentrasiku ada di sudut ini?”
“Aku akan, dengan senang hati, pergi dari sudut ini dan pindah ke sudut lainnya.”
“Aku tak akan membiarkanmu pergi.”
“Oh, ayolah. Aku ingin mengerjakan tugasku. Patria, please…”
“Baik nona cantik, aku akan mencari buku referensi dulu, lalu aku akan menemanimu disudut ini. Don’t go anywhere.”
“Promise..bogoshipeoyo, Patria.”
Mereka menghabiskan waktu sore itu dengan mengerjakan tugas dan bercanda bersama di perpustakaan. Hanya dengan bertukar pikiran dan mengobrol santai sudah bisa membuat Tian menjadi orang lain, menjadi seseorang yang lebih ceria. Ceria dalam balutan seorang Tian.
“Mengapa kau tersenyum terus, Patria. Ada yang lucu?”
“Tidak.”
“Lalu? Ada apa? Tingkahmu aneh.”
“Lalu? Ada apa? Tingkahmu aneh.”
“Aku hanya ingat kalau kau sudah membaca puisi itu. Aku sedang membayangkan seperti apa kau ketika membacanya.”
“Kenapa memang?”
“Karena hanya dengan memandang wajahku saja kau sudah tersipu, apalagi membaca puisi itu.”
“Jangan bercanda, aku mana mungkin tersipu hanya dengan membaca puisi itu, bahkan burung saja tidak akan lupa daratan dengan puisi itu.”
“Yupz. Karena kau yang lupa daratan.”
“Berhentilah, Patria.”
“Berhentilah, Patria.”
“Kenapa?”
“Karena ini bukan tempat yang tepat untuk membuatku tak bisa berpikir sehat.”
“hahahahahaha”
Tawa Patria yang tertahan, dan senyuman Tian membuat suasana sore itu menjadi sedikit hangat. Itulah mereka berdua, sosok yang lain yang tak bisa dimengerti oleh orang lain.
***
Pagi itu, Joe dan Tian pergi mengunjungi makam ayah kandung Tian. Menaiki angkotan kota yang penuh sesak orang-orang lalu pindah ke damri, segera setelah itu mereka bertolak ke lembah hijau yang asri. Gundukan-gundukan hijau kini tampak menghampar luas. Begitu terawat dan asri, namun tetap saja menjadi tempat yang sepi dan anti untuk dikunjungi. “Kau yakin tak mau aku temani?” tanya Joe ketika Tian memintanya untuk meninggalkannya sendiri. “Iya, Joe.” “Baiklah, aku tunggu di gerbang ya. Jangan lama-lama.” “Thanks.”
“Ayah, maaf aku sudah lama tidak mengunjungimu. Aku hanya berusaha untuk adil dengan kau dan Patria.” “Ayah, aku merasa aku sudah membohonginya. Namun aku mulai menyukainya sebagai Patria yang lain. Aku sudah berusaha untuk melupakan Patria, yang bahkan dia tak pernah menganggap aku sebagai seorang wanita dan memilih ibu.” “Aku ingin menceritakan semuanya, namun aku tak sanggup, aku tak sanggup untuk kehilangan untuk yang kedua kalinya, yah.” “Bisakah aku terus menjaga rahasia ini?” “Ayah, ibu semakin tak sehat. Setiap hari dia selalu menanyakan Patria. Aku tak yakin aku bisa terus membohonginya. Di satu sisi, aku tak ingin membuat penyakitnya semakin parah. Aku ingin melepaskan semua bebanku ini.” “Ayah, aku tahu bahwa kau disana sedang mempertanggungjawabkan perbuatanmu di dunia. Apakah tanggung jawabku lebih besar, yah?” “Aku sudah banyak membohongi orang-orang yang aku sayangi.”
“Kau melakukannya karena memang begitulah seharusnya, Tian.” “Joe?!” “Sabar Tian, aku tahu apa yang kau alami bukan hal yang mudah. Tapi ingatlah, aku akan selalu ada untukmu. Aku akan menjagamu, sesuai janjiku pada ayahmu dan Patria. Aku tak akan membuatmu terluka.”
“Bisakah kau menyimpan semua rahasia ini?”
“Aku akan berusaha, Tian.” “Aku menyayangimu, aku sangat menyayangimu.”
“Joe, maafkan aku.” “Aku selalu membuatmu susah, aku membuatmu capek karena terus mengikutiku.” “Maafkan aku, Joe.”
“Hanya dengan inilah aku bisa dekat denganmu, Tian.” Bisik Joe, teramat pelan dan hampir tak bisa terdengar.
---
“Joe, apakah Patria akan membuatku bahagia?”
“Entahlah, bisa iya atau tidak.”
“Mengapa?”
“Karena kau seperti orang dungu jika terus mempertanyakan hal itu. Berhentilah mengkhawatirkan sesuatu yang tidak-tidak.--” “—Hey, aku baru sadar, kau mengenakan kemeja Patria. Kau mencuri di lemari ibumu lagi?”
“He?? Tidak,kok. Ibu memberikan hampir semua kemeja Patria yang aku sukai untukku.”
“Bahagia sekali kau?”
“Tentu saja, karena persediaan baju untuk kuliahku bertambah tanpa harus mengeluarkan uang.” “Dasar.” “Hahahahaha..--” “--Oh, ya. Bagaimana kelanjutanmu dengan Dewi?”
“Dewi? Baik-baik saja. Kau tahu, dia akan pergi ke NY. Dia dapat exchange 1 tahun di fakultas sastra. Entah apa yang akan dia lakukan disana, bahasa Inggrisnya saja carut marut.”
“tetap saja dia hebat.”
“Aku sekarang intensif mengajarkan English-nya. Hebatkan, setidaknya aku akan terus dikenang olehnya.”
“Terlalu percaya diri kau, bagaimana jika dia kepincut bule disana? Kau akan ditinggalkan begitu saja.”
“Kalau begitu, setelah dia pulang ke Indonesia, lihat saja apa yang akan aku perbuat.”
“Jangan bilang kau akan melamar Dewi.”
“Oh, tidak. Aku justru akan menikahinya. Tentu saja persetujuan orang tuanya.”
“Otakmu memang tidak waras Joe.”
“Begitupun dirimu, Tian.”
“Well, kita impas.. :D”
***
“Halo, apa benar ini Patria?”
“Iya, benar. Dengan siapa saya berbicara?”
“Iya, benar. Dengan siapa saya berbicara?”
“Saya ibu Tian. Kita harus bicara sekarang juga ini penting.”
“Bisa kita bicara saja di telephone, bu?”
“Bisa kita bicara saja di telephone, bu?”
“Tidak, ini penting. Sangat penting untuk dibicarakan ditelephone. Aku ingin kita bertemu sekarang juga. Aku tunggu di coffeeshop dekat florist.”
*tbc*
^.^ annyeong! gak kerasa sudah chapter 7 dan ternyata kelanjutanx sudah siap juga..bahagia dehh.....
dipart ini banyak kalimat yg ditulis tanpa ekspresi, kalian yg akan menentukan seperti apa mereka :) selamat membaca..
dipart ini banyak kalimat yg ditulis tanpa ekspresi, kalian yg akan menentukan seperti apa mereka :) selamat membaca..
3 komentar:
fiuhhhh..aq uda baca chp#7 ma 8..
nuansa ceritanya uda mulai bergejolak nih!
good job ghe^^
love itfiuhhhh..aq uda baca chp#7 ma 8..
nuansa ceritanya uda mulai bergejolak nih!
good job ghe^^
love it
makasih fan :))
sama.sama :)
klo chp. #9 na uda ada , jgn lupa kasih tau ya..xiéxiésama.sama :)
klo chp. #9 na uda ada , jgn lupa kasih tau ya..xiéxié
Post a Comment