Oct 12, 2011

Teriakan Bisu

Menjalani hidup sendiri itu sulit ketika seseorang beranggapan bahwa ini hidup saya dan hanya saya sendiri yang menjalaninya tidak berlaku bagi saya.

Menjadi anak pertama bukanlah sebuah kebahagiaan, bukan pula kesedihan. Bagaimana mungkin saya hanya mampu lari dari masalah ketika semua itu menyangkut hidup saya sendiri. Keputusan yang bahkan selalu diambil oleh orang tua saya. Alasan klasik, untuk kebahagiaan saya sendiri. Bagaimana mereka tahu apa yang terbaik bagi saya sementara mereka sendiri hanya mampu bicara tapi tak mampu mendengar!

Sedangkan saya, selalu berusaha untuk berpikiran positif kepada Allah, saya terus berusaha berprasangka baik. Sampai saat ini, ketika air mata ini tak berhenti mengalir. Sebenarnya saya hidup untuk apa? Ketika mereka mengharapkan saya mampu untuk mandiri, ketika itu pula mereka mengekang saya. Apa yang ada dalam pikiran mereka?! Saya tahu saya memang tak mampu tanpa mereka, tapi saya juga punya takdir.

Kini, ketika tak ada pilihan saya harus membuat pilihan. Mereka tak akan pernah mau mendengar, bahkan jika saya bersungkur pada mereka! Apa orientasi mereka?! Apa mau mereka?!

Saya hanya ingin merasakan apa yang dirasakan oleh yang lain, berusaha membiayai hidupnya sendiri. Dan satu per satu teman-teman saya pergi menjalani takdir mereka, mereka yang bebas menentukan takdirnya. Membuat keputusan yang mereka cintai.

Dan saya yakin mungkin ini akhir hidup saya, mati tanpa menentukan akan pergi kemana saya. Yang saya ingat hanya satu, ketika orang itu berkata, la tahzan, innallaha ma'ana...ghesti. Semua akan baik-baik saja.

Dan itu lah harapan saya, saya tahu Allah tak pernah tidur dan maha tahu, bahkan untuk hambaNya yang seperti saya.

Saya yang tak punya kehidupan, saya yang tak punya harapan. Harapan saya sudah lama terkubur.

Saat ini mungkin saya hanya berupaya yang terbaik. tanpa harus lagi menangisi keputusan mereka! orang yang merasa tahu apa yang terbaik bagi anaknya

0 komentar:

Post a Comment

 
;