Sep 12, 2012

Sesungguhnya Aku tak Pernah Mengenalnya

Sudah lebih dari tujuh bulan aku mengenal sosok itu. Sosok yang lebih sering tampak leher dan punggungnya. Selama itu aku hanya mampu menatap, berusaha untuk mengalihkan pandangan. Membisikkan dalam hati ku, tidak, dia bukan untukmu. Percayalah, baru kali ini aku kembali gundah seperti tujuh tahun yang lalu.

Aku merasa aku semakin konyol saja. Hidup ku masih saja sama. Tujuh tahun yang lalu saat mengenal matahari, dan tujuh bulan yang lalu saat pertama kali bertemu sosok itu. Aku masih sama, hanya mampu membisikkan dan meneriakan dalam hati. Aku hanya mampu berdoa dan berharap. Khayalku mungkin terlalu tinggi. Ekspektasiku selalu tinggi.

Sudah tujuh bulan, aku tak sanggup bahkan untuk menanyakan sudahkah kau memiliki seaeorang? Menanyakan jawaban yang dapat membuatku terus berharap atau justru berhenti. Berhenti dan mematikan seluruh benih yang aku semai sedemikian rupa. Benih yang kini tumbuh menghijau, semakin tinggi.

Tujuh bulan yang tampak sia-sia. Untuk apa aku mengharap sesuatu yang tampak mustahil? Harus? Tujuh bulan yang tersia-sia. Aku mengenal sosok itu, aku berbincang, terkadang bercanda, namun lebih sering terdiam. Hanya itu yang terjadi dalam tujuh bulan ini. Sedikit sekalu perubahan, mungkin tampak biasa. Bagiku? Bagiku itu luar biasa. Memberi banyak warna, semakin meninggi benih yang aku semai. Harapanku semaijn tinggi. Lupa aku, suatu saat bisa saja jatuh.

Sosok itu? Siapa sosok itu? Sosok itu adalah #sangsayunanlembut. Sosok yang mengingatkan aku kepada seorang matahari. Seorang yang sangat tegas pada ku, yang selalu menganggap aku adik perempuannya yang nakal, keras kepala, sulit diatur, dan mudah menyerah. Sosok itu mengingatkan aku pada seorang matahari, namun mereka berbeda.

Kini aku sudah lebih dewasa dari tujuh tahun yang lalu. Aku sudah bukan lagi anak berusia belasan. Aku sudah 22 tahun. Aku sudah bisa mencintai. Namun sepertinya semua akan sama seperti tujuh tahun yang lalu. Sang sayu nan lembut akan menganggap aku sebagai perempuanyang sama seperti perempuan lain yang dikenalnya. Dia tak akan pernah menoleh ke belakang untuk tahu ada yang selalu memperhatikannya dari belakang. Dari jauh, yang selalu menatap lama punggungnya. Mengharap kehadiran dan penerimaannya.


Sesungguhnya aku tak pernah mengenalnya. Aku tak pernah tahu tentangnya. Aku hanya tahu bahwa tiba - tiba saja audah merasa. Aku dengan segala kebodohan, merasa untuk sang sayu nan lembut itu. Kesalahan yang selalu aku buat. Mencintai disaat yang belum tepat. Ampuni hamba ya Allah......

1 komentar:

Anonymous said...

just try!! maybe u can send a message/ letter? ,,...

Post a Comment

 
;