Jun 25, 2011 0 komentar

Just remember what I say

mendengarkan dan memperhatikan memang sulit untuk dilakukan, apa lagi mengingat perkataan seseorang. Mungkin sulit tapi tidak mustahil untuk bisa. Aku ingin menjadi dewasa dan mampu mendengarkan, memperhatikan, mengingat.

Mampu mendengarkan pasti mampu berbicara
Mampu memperhatikan pasti mampu untuk diperhatikan
Mampu mengingat pasti mampu untuk diingat

selamat mencoba
Jun 24, 2011 0 komentar

Beautiful Ivy--- Chapter 6 Thanks for everything


“Tian, aku tunggu ya.” Patria tiba-tiba saja mengajak Tian untuk pergi ke suatu tempat. Entah apa maksud Patria, sikapnya kerap membuat Tian heran sekaligus tersipu-sipu. Sudah sekian lama Tian tak pernah merasakan rasa yang berbeda dengan seorang pria terkecuali dengan pria itu. Dengan anggukkan kecil dan senyuman, Tian mengiyakan ajakan Patria. “Oke, jangan lupa ya!” Teriakan Patria saat berlari meninggalkan ruang kelas Tian membuat hampir separuh kelas menoleh ke arahnya.
“Hey, Tian! Jangan lupa kau. Sabtu besok ada perkumpulan klub photography.” Sania berteriak dari sudut kelas, mengingatkan kalau hari sabtu Tian harus mengikuti rapat klub  photography, maklum saja, Sania adalah ketua baru klub tersebut dan dengan paksaannya pula lah, Tian menjadi sekretaris di klub. “Iya, Sania!!! Tak bisakah kau membuatku sedikit senang dengan meliburkan ku satu hari saja.” Tian membalikkan badannya untuk menatap Sania dan membalas ucapannya.
“Untuk bertemu dengan Patria itu?” Ucap Sania sinis. “Ohh tidak bisa…” lanjut Sania sambil memanyunkan bibirnya. “Menyebalkan!” Tian sengaja memanyunkan bibirnya, membuat ekspresi tak suka yang dibuat-buat, “Hahahaha, maaf ya sekretaris. Program kerja sudah aku buat, aku harus segera menginformasikannya pada anggota. Lagipula akan ada anggota baru dari kelas baru. Anak-anak yang unyu..” jelas Sania panjang lebar. “Iya, aku tahu.” Ucap Tian lemas, “salah memang klub memilihmu sebagai ketua. Semua pasti dijadikan pegawai romusha untuk semua proker mu, San.”. “Apa kau bilang, Tian? Romusha? Ini demi kemajuan klub kita! Klub yang akan membuat semua orang tahu bahwa…” belum selesai Sania berkata-kata, Tian menyambar omongannya “bahwa klub kita adalah klub yang menjadi bagian di sesi pemotretan acara kampus, penerimaan siswa baru, acara organisasi dan UKM lain.”. Omongan Tian kali ini rupanya membuat Sania lupa daratan, Sania segera saja pergi ke suatu tempat. Membuat Tian merasa bersalah, “Sania!! Mau kemana kau??”
“Ke kantor! Aku lupa menyiapkan proker lain! Aku titip absensi ya!!.Tian kini melihat bayang Sania yang berkelebat semakin menjauh, hingga matanya menemukan buku kecil tergeletak di depan pintu masuk kelas. “Buku Sania?”, diambilnya buku itu. Bersampul kulit berwarna coklat dan bertuliskan Patria, catatan kecil dari perjalanan panjang. Tian berpikir sejenak sebelum membukanya, milik Patria. Hatinya sedikit berdesir, entah apa yang membuat jantungnya berdegup. Belum sempat dirinya membuka buku itu, secarik kertas kecil meluncur keluar dari celah-celah buku. Dengan sigap Tian mengambilnya, dan membaca tulisan di kertas tersebut.
Aku melihat kau sepintas menumbuhkan asa
Berjuang untuk mendaki kehidupan
Merayap menapaki kerasnya hembusan cobaan
Mencoba melawan arus pertentangan

Terkagum melihat kau tetap tersenyum
Dengan kaki dan tangan yang selalu terkekang
Mencibir kehidupan lemah selemah angkara

Paras cantik tak pernah berubah
Saat kau menangis atau tertawa
Menghujami berbagai kata-kata
Serapah hanyalah sampah

Wahai perempuan Ivy
Bolehlah aku tahu dimanakah akarmu
Tersenyum dalam diam dan tersipu, Tian tahu dirinyalah perempuan di puisi itu. Tak menyangka Patria mampu membuat puisi seperti itu, lembut namun tetap tegas dan berwibawa sebagaimana seorang pria.
“Ehm, Apakah kau akan terus mematung seperti itu nak?” ucap seorang paruh baya dibelakang Tian. Sesaat Tian tampak seperti akan berkata tunggulah sebentar sampai aku selesai tersenyum namun, “Eh, oh. Te, tentu saja tidak pak.” Ujar Tian gelagapan dibarengi tawa cekikik dari teman-temannya. “Kalau begitu segera duduk di kursi mu, pelajaran akan dimulai.” Ujar dosen tua itu sambil tersenyum dan mempersilakan Tian untuk duduk layaknya nona besar. Malu, segera Tian mengambil tempat duduk di barisan kedua dari depan dan memasukkan secara paksa buku serta kertas tersebut ke dalam tas, mengeluarkan catatan miliknya untuk memulai pelajaran.
***
“Hahahahhahahahaha!” Gelak tawa Joe terdengar seantero kantin fakultas tekhnik, tertawa karena cerita Tian. Yang ditertawakan hanya mampu tersenyum simpul dan diam seribu bahasa. “Tak bisakah kau pelankan sedikit tawa mu, Joe. Aku malu.” Bisik Tian, “Lagipula kita dilihat banyak orang, tahu!” lanjutnya lagi masih dengan berbisik. “Habis cerita mu itu, lho. Kenapa kau bisa bertingkah seperti abg labil sih?” Tanya Joe heran, masih meyeka air matanya yang keluar karena tertawa. “Aku belum pernah membaca puisi yang dikirim khusus untukku, Joe.” Jawab Tian membela diri, “Aku kan juga tak tahu kalau ada dosen, untung saja dia tidak mengambil kertas itu.”. “Tetap saja kau seperti anak SMA, ingat Tian, kita sudah kuliah lho..” Joe menekankan unsur usia di kalimatnya ini, membuat Tian cemberut. “Aku sudah dewasa tahu!” Ujar Tian. “Hahahahaha, iya iya iya.” 
***
“Terima kasih atas waktu kalian, maaf sudah menyita malam minggu kalian.” Ucap Sania mengakhiri rapat program kerja di malam sabtu. Semua anggota menghela napas lega, semenjak sore mereka harus mendengarkan Sania menjelaskan program kerja mereka setahun ke depan, mendengarkan Sania sama saja seperti mendengarkan orator yang berapi-api, semangatnya benar-benar patut diacungi jempol. Jika yang lain bersiap untuk pulang, lain halnya dengan Tian, dirinya masih berkutat di depan laptopnya untuk mencatat agenda setiap acara. Tian mengikatkan kain gulung didahinya, sedikit untuk menyemangati dirinya. “Kau belum selesai?” tanya Sania, “Lanjutkan di rumah saja. Sudah jam 9 malam.”. “Tak apa, tanggung nih..” jawab Tian tanpa menoleh ke arah Sania, tangannya masih asyik menekan tuts keyboard laptop. “Bener nih? Aku gak tanggung kalau kau kemalaman sampai rumah, lagipula bukankah kau ada janji dengan pria itu?” Uraian panjang Sania membuat Tian, sepersekian detik menghentikan pekerjaannya dan berpikir. Tian lupa dia masih memiliki janji dengan Patria hari ini. “Aishh!!!!! Aku lupa!!!” Jerit Tian, segera saja Tian membereskan semua barang miliknya untuk segera pulang, sementara Sania sudah keluar satu menit yang lalu.
“Kau masih belum berkemas?” Tian dikejutkan oleh suara pria di dekat pintu, pria tinggi itu melangkah masuk ke sekretariat klub photography. “Patria?” ucapan Tian hanya dibalas senyuman oleh Patria, dia tahu Tian sebenarnya masih ingin menyelesaikan pekerjaannya. “Kau masih ingin mengerjakan tugasmu?” tanya Patria, duduk di bangku kosong berhadapan dengan Tian. “Eh, oh, hm…. Iya. Sebenarnya aku tak mau membuat agenda klub di rumah, aku ingin semuanya rampung hari ini.” Keluhnya, “aku tak mau nantinya menyita waktu ku, tapi…” belum sempat Tian menyelesaikan perkataannya, Patria memotongnya,“Aku akan menemanimu disini, bagaimana?” ucap Patria, “Ha??” Tian terkejut dengan perkataan Patria barusan, bingung harus menjawab apa. “Bagaimana? Lagipula aku sudah bilang ke rumah aku pulang telat hari ini.” Patria tampak sedikit menuntut jawaban segera dari Tian, “Baiklah, tapi kau duduk saja disitu, ya.” Jawab Tian. “Sip.”.

Tian membongkar kembali barang-barang miliknya yang diperlukan, tangannya dengan segera menekan tuts keyboard, mengetikkan kata-kata yang menjadi rangkaian agenda klub setahun ke depan. “Maaf.” Ucap Tian masih terus menatap layar, “Maaf kenapa?” “Aku tak memenuhi janjiku. Malah kau datang kesini dan menemaniku.” Ucap Tian menyesal, “Tak apa. Yahhhh…walau pun aku agak kesal.” Jawab Patria, berhenti sejenak sebelum melanjutkan ucapannya, “Kau tak datang. Hari ini juga buku catatan ku hilang, tapi setidaknya aku bisa menemanimu disini. Tanpa Joe.”. Patria tersenyum, senyuman yang manis, walau tak semanis Patria itu. “Kau senang tak ada Joe? Aku justru panik tanpa Joe.” Ujar Tian, matanya terus menatap layar, menolak untuk menatap lama Patria. Jika ia terus menatap Patria, jantungnya akan berdegup kencang tak terkendali. “Setidaknya tak ada yang menatapku tajam ketika aku bersamamu.” Ujar Patria diselingi senyum jahil. “Ahhh…..aku ngantuk.” Lanjutnya, kemudian tanpa meminta persetujuan, Patria merebahkan kepalanya di bagian meja yang masih kosong. “Patria?” panggil Tian pelan, “Patria?” ulangnya, “Kau tidur?” tak ada jawaban, Patria terlelap di kursi berhadapan dengan Tian, hanya terhalang layar laptop milik Tian.
Lima menit setelah Patria terlelap, Tian selesai membuat agenda  klub. Menggeliat sebentar sebelum membereskan barang-barangnya dengan hati-hati. Mengambil kamera nikon D90 milik klub, Tian kini memotret Patria. Tersenyum dalam diam. Tian senang hari ini, disampingnya ada Patria, Patria yang lain, yang mulai mengisi hatinya. Dikeluarkannya buku kecil bersampul kulit berwarna coklat itu, diletakkan dengan hati-hati di samping kepala Patria. “Terima kasih puisinya, aku mungkin terlalu geer, tapi aku yakin puisi perempuan ivy karyamu adalah untukku. Maaf, aku harus pulang meninggalkanmu sendiri disini. Joe datang menjemputku. Selamat malam, Patria. Terima kasih atas semuanya.” Bisik Tian pada Patria. 
***
ucapan terima kasih untuk kalian semua yang setia membaca Beautiful Ivy buatan ku yang masih jauh dari sempurna, kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan senyum :)
untuk kakak lelaki ku yang sudah menyempatkan waktunya untuk membuat puisi Perempuan Ivy. 
Terima kasih semua
0 komentar

Tangisan hampa Permohonan

Tangisku jatuh karena kesakitanku..
Tangisku jatuh karena kelemahanku..
Tangisku jatuh karena kebodohanku..
tangisku jatuh karena kediamanku..

Tak mau dewasa
Tak mau tua
Tak mau merasa
tak mau tawa

Tapi pasti dewasa
Tapi pasti tua
Tapi pasti merasa
Tapi pasti tawa

Tak ada peter pan
Tak ada tinker bell
Tak ada lost boy
Tak ada wendy
Jun 19, 2011 0 komentar

180611 Get Married

Pada hari sabtu kuturut Ninda ke gempol,naik elf istimewa ku duduk di tengah...
Ku duduk samping si Ninda yang sedang sms, mengetik sms lalu dikirimnya! HEY!!!!

Sepenggal lagu yang dinyanyikan dengan nada pada lagu Delman mengawali penulisan entri baru yang saya buat.Hari ini saya teringat akan pernikahan seorang kakak perempuan saya. Kakak perempuan yang mungil itu sudah menikah.


Sempat terkejut pada awalnya, ketika saya melihat undangan melalui undangan event di dunia maya. Di situ tampak nama kedua manusia, nama kakak perempuan saya dan calon suaminya. Terkejut karena acara pernikahannya, namun tak terkejut melihat kedua nama itu karena saya sudah mengenal salon suami kakak perempuan saya sebelumnya .


Akhirnya, hari yang ditunggu tiba. Hari pernikahan kakak perempuan, aku dan Ninda pergi bersama setelah sebelumnya membeli sebuah bingkisan sederhana untuk keluarga baru itu, yang kini sedang menikmati kebahagiaan sebagai raja dan ratu sehari.
Hari yang akan menjadi sebuah sejarah indah kakak perempuan saya.

Setelah akhirnya menghadiri acara pernikahan kakak perempuan saya, terbesit dalam hati, kapan saya akan menikah? kapan saya bertemu dengan seseorang yang akan mendampingi saya? kapan, kapan, kapan, kapan? Sampai membuat saya bosan sendiri dengan pertanyaan itu.  


Mungkin saya harus bersabar dulu, biarlah berjalan apa adanya, suatu saat nanti pasti akan datang . Biarlah saya menikmati kesendirian saya.



Untuk kakak perempuan saya yang mungil karena lebih kecil dari saya, selamat menempuh hidup baru. Saya mendoakan yang terbaik untuk kalian. 
 
축하 해요
0 komentar

Am I special?

sometime i feel i'm not special..
sometime my father said i'm stupid..
sometime i feel wrong,has been born into the world
sometime i feel i'm useless


am I special?

am I special?

I never change my life, I never change the situation of my condition
i'm stuck, i feel down, down, and down

I cried, I screamed
but I still silent...

i'm special as I was created
0 komentar

Banyu

BANYU!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
mana BANYU??????????????
BANYU!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
mana BANYU??????????????

PERGI.
0 komentar

I learn from tinker bell (?) NO! I learn from the story :)


Ketika aku berpikir bahwa aku tak bisa menjadi orang hebat, aku belajar dari seorang sutradara, bahwa tak ada orang hebat tanpa bantuan dibelakangnya.

Menjadi seorang behind the scene, adalah justru luar biasa.

Karena butuh kekuatan besar menjadi orang yang luar biasa namun tak terlihat.
Jun 14, 2011 0 komentar

Aq dan Keluarga Baru

Yupz....
Ini adalah entri terbaru setelah beberapa hari saya mengalami gangguan untuk merangkai kata. Saya bahkan tidak tahu apakah entri ini akan saya terbitkan atau hanya menjadi konsep yang berujung di tombol delete.

Hari ini saya sudah menjalani 8 hari PKL di sebuah puskesmas di daerah Cirebon. Selama itu pula saya dirundung rasa galau dan kepanikan yang tidak jelas asal usulnya. Saya sudah berusaha untuk selalu tenang dengan beribadah dan berdoa, saya bisa dibilang adalah orang yang hampir selalu panik dengan kondisi yang baru atau pun kondisi yang memberi tekanan. Dan yang membuat saya semakin panik adalah teman-teman 1 kelompok saya adalah orang-orang yang sangat santai, semua mereka jalani dengan santai. Saya merasa, kok hanya saya sendiri sih yang pusing ngurusin permasalahan yang ada, mereka kok santai banget ya? Namun setelah dipikir lagi, mungkin ini adalah salah satu cara pendewasaan dan pembelajaran saya dari Allah swt. Saya selalu berusaha untuk mengambil semua sisi positifnya.

Selama di puskesmas, saya dengan teman 1 kelompok mendapat masing-masing 2 keluarga kelolaan yang harus diberi asuhan keperawatan selama kurang lebih 2 minggu dengan minimal kunjungan 5 kali. Aha! Satu lagi permasalahan datang, gimana cara saya mengunjungi rumah yang berjauhan?! Saya kan gak punya motor. Dilema saya.

Beberapa hari yang lalu saya mengunjungi rumah 2 keluarga yang saya kelola. Keluarga pertama adalah keluarga dengan masalah kesehatan TB paru dan DM. Dalam hati saya berpikir, kenapa ya selalu ada bayang-bayang DM dalam setiap langkah saya selama masa praktek? Keluarga kedua dan yang terakhir adalah keluarga gerontik atau lansia yang membuat saya miris, kedua suami istri lansia itu lumpuh karena stroke, tak ada anak yang ada di rumah. Rumah seperti kandang, tak ada yang mengurus, membuat saya bertanya, apa yang harus saya lakukan di sini?

Akhirnya saya memfokuskan diri saya ke keluarga pertama, dikarenakan kasus keluarga pertama saya adalah kasus yang akan dipresentasikan di puskesmas pada minggu terakhir. Hal ini menjadikan saya menomorduakan keluarga kedua. Saya sendiri merasa sedih dan berjanji hari Kamis ini saya harus pergi mengunjungi mereka, karena mereka harus diperhatikan oleh keluarga dan tetangganya.

Semenjak sering berkunjung ke rumah pertama membuat saya semakin mengenal dan belajar berinteraksi. Saya senang bisa belajar langsung seperti itu, karena ini akan menjadi bekal awal di Ujian Akhir Program yang akan saya ikuti. Itu lah yang membuat saya tidak ingin main-main dengan PKL kali ini.

Saya senang, mereka semua mau menerima saya. Mau direpotkan oleh saya dan memaksa saya memakan pepaya yang selama ini tidak saya sukai. Bahkan setelah makan pun, saya tetap tidak suka.

Semoga saja, minggu-minggu ini menjadi awal yang baik untuk ke depan. Menjadi loncatan awal untuk menuju ujian yang sebenarnya.

Hwaiting!!!!!
Jun 11, 2011 0 komentar

Menyemangati diri

Disaat semua orang menghadapi Uas, aku justru harus menghadapi ujian terakhir.
Disaat semua orang menjalani Uas dalam waktu relatif singkat, aku justru harus menjalaninya selama 2 bulan.
Disaat semua orang  berlibur selama 1-2 bulan, aku justru harus bergelut dengan tugas akhir Kti.
Disaat semua orang menikmati liburannya, aku justru bermandikan keringat karena energi yang aku keluarkan.
Disaat semua orang tersenyum senang, aku justru tersenyum pahit.

Tapi aku percaya, ini langkah terbesarku untuk melangkah maju.
Tapi aku percaya, ini langkah terbesarku untuk memulai awal yang baru.
Tapi aku percaya, ini langkah terbesarku untuk merealisasikan mimpiku.

Dan aku yakin, ini jalan yang Allah swt tunjukkan untuk kebaikan ku.

*menyemangati diri disaat genting dan detik-detik menjelang Ujian akhir
Jun 10, 2011 0 komentar

Beautiful Ivy--- Chapter 5 Time to grow up


Sudah 1 bulan Tian menjalani hubungan dengan pria bernama Patria, namun selama itu pula mereka tak melakukan kontak fisik yang biasa dilakukan pasangan lain. Tian sangat menjaga prinsip yang dimilikinya, dan Patria mampu memahami itu. Disisi lain, Joe sangat heran akan hubungan Tian dan Patria, dia merasa sesuatu yang aneh menjalar dipikirannya. Apakah benar Tian menyukai Patria? Atau hanya sebatas rasa penasaran saja?
**
“Joe. Kenapa kau hampir selalu melamun akhir-akhir ini?”  Tanya Tian disela-sela acara makan siang mereka. “Nothing.” Jawab Joe singkat, sibuk dengan makan siangnya. “Hanya itu? Mengapa kau tak mau menceritakan padaku, ada apa sebenarnya?” Tian menatap heran Joe yang kini memasang raut wajah yang serius, sangat serius malah. “Aku akan ke rumahmu hari ini, mungkin setelah isha, aku ingin bicara padamu.” Joe sungguh membuat Tian heran sehingga Tian tak tahu harus berkata apa, “Hmm…” hanya itu yang mampu keluar dari mulut Tian. “Kenapa? Kau ada janji?” Tanya Joe, “Tidak, hanya saja aneh, biasanya kau langsung bicara jika ada sesuatu yang mengganjal dipikiranmu. Tapi sekarang…” Pernyataan ini menyiratkan keanehan Tian pada tingkah Joe hari ini, keanehan yang mengganjal. “Ini berbeda, masalah ini serius. Ini tentang mu.” Joe menghentikan ritual makan siangnya dan memandang tajam ke arah Tian, membuat Tian memasang wajah yang heran, “He? Tentang aku?” Ucap Tian, “-Tapi kenapa?”. Joe masih memandang wajah Tian, terpaku menatap nanar Tian, gadis yang menginjak usia 20 tahun yang kini mulai berubah, saudara sepupu satu-satunya yang Joe miliki. Gadis yang sedari kecil bermain dan menghabiskan masa-masa kecil bersamanya, dan beranjak dewasa bersama.
Tian yang merasa diperhatikan seperti penjahat yang sedang diinterogasi oleh polisi kini gelisah, mengapa Joe menjadi seperti ini, berubah menjadi over-protected pada dirinya. Apakah karena Patria, atau karena masalah lain? “Baiklah, aku tunggu di rumah. Setelah isha kan?” Tian akhirnya menyerah dengan segala rasa penasarannya, dia tahu tak sepantasnya dia harus memaksa Joe yang sepertinya, kini dirundung masalah atau justru sedang mencari masalah. “Aku pergi duluan Joe, ada kelas. Bye.” Tian segera pergi meninggalkan Joe yang masih diam, menatapnya.
***
Malam hari itu penuh bintang, tak berawan. Namun seorang laki-laki yang beranjak dewasa tampak tergesa-gesa, tak menikmati langit malam. Sepertinya ada sesuatu yang sangat urgent bagi dirinya. Jalanan gang saat itu sepi, hanya berisi gerombolan pemuda tanggung yang berkumpul di warung kecil di tepi depan gang, setelahnya tak ada. Joe, merapatkan jaket coklat miliknya, angin malam ternyata sudah mengajaknya bermain. Bintang malam ternyata justru menarik perhatian angin.
Sampailah Joe di rumah kecil no 7, rumah Tian. Belum sempat Joe menekan bel, pintu rumah sudah terbuka. “Aku melihatmu dari atas.” Ucap Tian sambil tersenyum, berdiri di depan pintu. “Tetap menantikan ku, ya.” Jawab Joe sekenanya sambil tersenyum simpul, juga untuk memecah kebekuan percakapan siang tadi. “Ayo masuk, di luar dingin.” Tian menarik lengan Joe untuk masuk. Rumah Tian sudah mengalami renovasi rupanya, ruangan depan yang dulunya penuh dengan sofa besar, kini berganti dengan kursi kayu etnik yang justru membuat ruangan itu terlihat lebih besar dari sebenarnya. “Sudah lama ternyata aku tak kemari.” Ucap Joe tiba-tiba. “Berubah ya?” Tanya Tian, yang sebenarnya sebuah pertanyaan yang tak perlu dijawab, “Kursi itu ditukar oleh ibu 1 minggu yang lalu, katanya supaya aku tak menghabiskan waktu tidur-tiduran di sofa. Hehehe.” Tian melanjutkan. “Terlihat lebih lapang, lebih tenang juga.” Joe nampaknya sedang mengikuti kata hatinya, terlihat sedikit dewasa dari ucapannya.
“Sebenarnya ada apa denganmu sih, Joe?” tanya Tian setelah mereka berada di kamar Tian. Joe yang duduk bersila diantara bantal-bantal kotak di pojok dekat jendela, sedikit menggeser posisi duduknya sebelum menjawab pertanyaan Tian. “Justru aku kemari untuk membahas tentang dirimu dan Patria.” Sesaat Joe menarik napas panjang, “Kau benar-benar menyukainya? Atau hanya karena kau menemukan sosok ayah tirimu?”. Seketika Tian mempererat dekapannya pada boneka monyet kesayangannya, raut wajahnya berubah, namun masih mampu menjawab pertanyaan Joe. “Kau benar-benar ingin tahu ya, Joe.”, Joe mulai mengeluarkan semua rasa penasarannya selama ini, tetap dengan posisi bersila dan suara yang datar, “Kau aneh Tian, kau aneh. Aku tahu siapa kau.”. Tian tersenyum mendengar perkataan Joe, dia tahu dirinya unpredictable dan aneh, “Kalau kau tahu siapa aku, kau tentu akan memilih diam daripada membuang waktumu untuk membahas ini.”, “Joe, aku sungguh tak ingin membahas Patria, baik Patria yang sekarang mau pun ayah.”. Tian membiarkan Joe untuk membalas perkataannya, “Aku melihatmu seperti merasakan ayah tirimu hidup kembali, Tian.” Wajah Joe tampak sangat cemas, Joe benar-benar mengkhawatirkan Tian, “Aku mengkhawatirkanmu. Kau sahabatku.”. “Terima kasih Joe, tapi sungguh aku tak ingin membahas ini.” Balas Tian, “Jika kau memang melihatku seperti itu, mungkin ya, aku melihat ayahku hidu kembali, namun itu tak berarti aku harus menceritakannya padamu.” Joe merasa tidak puas dengan jawaban Tian, “Tapi….” Belum selesai Joe berbicara, Tian mengambil alih “Tak ada tapi Joe, yang ada adalah kau tahu alasan aku menyukainya, karena dia cantik. Dan  aku berusaha untuk membuka hatiku untuk orang lain. Kau tahu yang sesungguhnya, kau tahu aku mencintai siapa. Joe, aku mohon, aku ingin sekali menghilangkan perasaan itu padanya, aku tak bisa.” Malam ini, malam pertama Tian melakukan pembicaraan yang sangat tenang dengan Joe, “Ya, aku tahu. Aku tahu walau kau tak menceritakannya padaku.” “Karena itu Joe, aku mohon, jangan campuri urusan ku yang satu ini.” “Kau ingin aku berpura-pura tidak mengetahui yang sebenarnya atau?” “Aku ingin kau membiarkan aku menyelesaikan permasalahanku sendiri.” Tian berhenti sejenak untuk menemukan kata-kata yang pas agar Joe mengerti apa yang diinginkan dirinya, “Joe, kau sudah sering membantuku bahkan terluka karenanya, jadi biarkan kali ini, permasalahan ini aku selesaikan sendiri.” “Baiklah.” Jawab Joe. Joe menyerah, namun tetap menekankan bahwa dirinya harus memantau bahwa semuanya akan baik-baik saja, “Tapi aku akan ikut campur jika urusannya bertambah rumit, Tian.” “Terima kasih, Joe. Aku menyayangimu, kau saudara ku yang baik.”. Tian mengakhiri pembicaraan malam itu dengan memeluk Joe, sepupu lelaki satu-satunya dari keluarga ayah kandungnya, yang sangat menyayangi Tian.
Malam itu, menjadi malam pertama pembicaraan dewasa antara Tian dan Joe. Malam yang sangat panjang untuk kedua anak manusia itu. Malam itu menjadi saksi bahwa Tian dan Joe beranjak dewasa.
Jun 8, 2011 1 komentar

Melihat ke Atas vs Melihat ke Bawah

Penuh gejolak untuk menuliskan semua yang ada di hati jika yang ditulis adalah masalah keinginan dan keadaan. Melihat ke atas dan melihat ke bawah, rangkaian kata yang terdengar mengandung arti lain dibalik makna yang sebenarnya. 

Sebagai manusia, kita tentu sering melihat ke atas. Mengapa kita sering melihat ke atas? Ada apa di atas? Apakah yang di atas itu terlihat menarik? Perlulah dijawab di hati saja. 

Melihat ke atas itu baik karena kita akan mendapat sebuah lecutan untuk lebih baik lagi, berusaha lebih keras lagi untuk sesuatu yang belum tercapai. Melihat ke atas itu baik karena kita akan menentukan tujuan selanjutnya. Melihat ke atas itu baik karena kita akan mendapat ilmu lain yang belum kita dapatkan sebelumnya. Melihat ke atas itu baik karena akan meninggikan derajat kita. 

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat”. (Al-Mujaadilah:11)
Betapa mengasyikkannya melihat ke atas, bukan?
Tapi ingatlah, melihat ke atas terlalu lama pun akan membuat leher dan pundakmu lelah. Mungkin bisa membuatmu agak sulit menggerakkan kepalamu karena sakit. Istirahatkan sejenak kepalamu dengan melihat ke bawah. 

Melihat ke bawah itu baik karena kita akan mengetahui keadaan orang lain yang tak seberuntung kita. Melihat ke bawah itu baik karena kita akan belajar berempati kepada mereka yang tak seberuntung kita. Melihat ke bawah itu baik karena kita akan terus bersyukur atas karunia Allah swt. Melihat ke bawah itu baik karena kita memang ditakdirkan untuk itu.
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan Manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu”. (Adz Dzariyat: 56)

Tapi jangan terlalu lama Melihat ke bawah karena leher akan kaku. Bahkan jika terlalu lama tulang leher akan mengalami kelainan. Kembalilah melihat ke atas. 

Sahabat, melihat ke atas dan ke bawah memiliki kelebihan serta kekurangannya sendiri. Tak perlu kita bandingkan mana yang lebih baik karena semuanya memiliki kebaikan serta kelemahan. Tak perlu pun kita memperdebatkannya. 

Sahabat, tahukah kita bahwa masih ada 1 hal lagi selain melihat ke atas dan ke bawah karena kita mampu melihat ke depan, melihat ke belakang, mau pun melihat ke sekeliling. Semua itu kembali pada diri kita. Jangan terlalu berlebihan karena efek yanng ditimbulkan bisa akut dan menjadi kronik. Juga karena yang berlebihan itu tak disukai oleh Allah swt dan rasulNya. 

ولا تسرفوا إنه لا يحب المسرفين...
...Dan janganlah kamu berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.(Al-A'raaf : 31) 

Dan dari Ibnu Mas’ud radliyallah ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Binasalah orang yang berlebih-lebihan dalam tindakannya.” (HR Muslim)

Sahabat, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. 
Sahabat, semoga diantara kita, akan ada yang melanjutkan perjuangan dalam bidang pendidikan daerah pinggiran dan terbelakang. 
Sahabat, semoga diantara kita, akan ada yang membuat suatu revolusi luar biasa demi kemajuan seluruh bidang keahliannya. 
Sahabat, semoga kita semua mampu menjawab dengan kelapangan hati dan keluasan pikiran.
Sahabat, semoga Allah swt senantiasa ridha dengan segala yang kita lakukan. 

 
amin.....

Jun 7, 2011 1 komentar

Merajut Mimpi


Ketika memulai mengetik judul di atas, saya tahu, saya menulis sesuatu yang mungkin akan membuat orang penasaran dan berharap isi tulisan dari judul di atas adalah indah. Alasan itu menjadi alasan saya untuk meminta maaf di awal tulisan ini. 
Merajut mimpi, mengapa saya menulis judul seperti itu? Jawabannya sangat sederhana, karena saya sedang belajar merajut. Kata sederhana juga menjadi salah satu ulasan dalam tulisan saya kali ini. 
Setiap manusia pasti memiliki mimpi, mulai dari yang sederhana sampai yang paling tinggi. Mimpi juga disamakan dengan harapan, ataupun cita-cita. Uniknya lagi, mimpi setiap manusia pasti berbeda-beda dan sangat bervariasi. Suatu hal yang sangat indah yang sulit diwujudkan tanpa kerja keras.Contoh saja mimpi seorang anak asuh saya yang berusia 7 tahun yang bermimpi ingin menjadi seorang guru supaya semua anak-anak di Indonesia menjadi cerdas, berbeda dengan mimpi seorang tukang becak yang ingin menyekolahkan anaknya setinggi mungkin.
Mimpi adalah sebuah energi yang dibentuk oleh manusia untuk merubah hidupnya menjadi lebih baik atau lebih buruk, mimpi juga memiliki andil besar dalam setiap penemuan-penemuan penting yang merubah sejarah dunia. Banyak mimpi-mimpi besar tokoh dunia baik tokoh pejuang Islam maupun tokoh lainnya. Mereka bermimpi, berusaha mewujudkannya, dan ternyata hasil yang mereka peroleh terkadang melebihi dari apa yang mereka bayangkan. Kalian pasti tahu Albert Einstein, seorang fisikawan yang teorinya justru membuat sebuah malapetaka besar bagi kemanusiaan. Einstein sendiri malah ingin kembali ke masa lalu dimana dia tak perlu menciptakan teorinya itu, namun apa daya. Kalian juga pasti pernah menyaksikan film action yang menceritakan seorang pahlawan dengan tokoh antagonis yang memiliki mimpi menguasai dunia, berbagai cara mereka lakukan baik itu yang baik, maupun yang jahat untuk mewujudkan mimpi mereka. Dua contoh itu adalah sebagian kecil dari upaya dan hasil sebuah mimpi yang mampu merubah sesuatu yang lebih besar. 
Mimpi, itu sesuatu yang indah namun sulit diwujudkan jika kita tak bertindak. Judul dari merajut mimpi bukan yang pertama dituliskan oleh saya, tetapi banyak sekali orang-orang membuat kalimat dari dua kata tersebut. Namun, apakah ada yang memikirkan makna dibalik kata tersebut?
Saya sebagai author, ingin sedikit bercerita sediki tentang arti dua kata tersebut. Saya akan menjabarkan kata merajut terlebih dahulu. Merajut, jujur saja merajut adalah suatu hal yang sangat sulit dilakukan. Mengapa saya mengatakan bahwa merajut itu suatu hal yang sangat sulit dilakukan? Karena saya saat ini sedang belajar merajut. Benang wol, hakken,dan berbagai tekhnik yang harus dipelajari membuat saya memahami mengapa kata mimpi dihubungkan dengan kata merajut. Mengapa? 
Mewujudkan mimpi adalah suatu hal yang sulit jika kita tidak melakukan upaya secara maksimal, dan mewujudkan mimpi harus dibarengi dengan kerja keras pantang menyerah karena begitu banyak tantangan yang harus dilewati mulai dari yang mudah sampai yang paling sulit. Itulah mengapa kata mimpi banyak dihubungkan dengan kata merajut didepannya. 
Janganlah kalian menganggap merajut mimpi adalah mudah namun bukan berarti kalian harus berpasrah pada nasib karena Allah SWT berfirman
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11

 
;