Chapter 2
Finally I found you
Hari pertama untuk memulai kehidupan baru dalam suatu wadah bernama bangku perkuliahan. Bangku? Waktunya untuk memakan bangku perkuliahan setelah bertahun-tahun memakan bangku sekolah. Tian kini sudah bersiap untuk pergi, setelah beberapa hari menjalani masa orientasi mahasiswa baru, mengenakan celana jeans belel panjang, kaos coklat muda yang kemudian disandingkan dengan kemeja kotak-kotak lusuh milik Patria. “I’m ready now! My new life, my new world. But always one love.” Ucapnya di depan cermin setubuh yang terpasang kokoh di dinding kamarnya. Setelah mendengar teriakan lembut sang ibu yang mengingatkan dirinya untuk sarapan karena jam sudah menunjukkan pukul 06.00 wib. Perjalanan menuju kampusnya jauh memang.
“Kau terlihat berbeda,Tian.” Diselidiknya seluruh bagian tubuh anaknya. Menyentuh kemeja lusuh itu, dan terdiam sejenak sebelum akhirnya mengatakan “milik ayah…”. Melihat anaknya yang kini menatap dirinya dengan wajah sedikit bersalah karena tertangkap basah mengambil diam-diam kemeja lama milik suaminya. “cukup..bagus.” ucapnya dengan berat hati. Kini senyuman tersungging di wajah Tian dan tanpa berbasa-basi lagi Tian memeluk serta mengecup pipi sang ibu, “love you,so much! Aku berangkat!” berlari ke depan pintu dan sesaat kemudian, bunyi kedebum memecah keheningan ruangan depan. Tian terjatuh. “hhh…” keluh ibunya, “aku tak apa!” teriak suara dari luar. Di akhiri bunyi pintu ditutup.
Jalanan setapak itu sangat menyiratkan musim panas yang kini merajai hari-hari. Joe, seperti sedang merenungi sesuatu sembari menanti kehadiran perempuan yang beranjak dewasa yang bahkan tak tahu dirinya adalah gadis yang cukup dikagumi. “sorry, terlambat.hehe” senyuman manis tersungging di wajah Tian yang kini menatap Joe dengan wajah bersalah yang dibuat-buat. “telat 10 menit, lumayan..besok harus lebih baik lagi.” Ucap Joe datar melihat ke arah arloji miliknya, berusaha tak acuh dengan tatapan Tian. “Janji deh, besok gak akan terlambat.” Kembali Tian menyunggingkan senyumannya. Melirik sesaat ke arah Tian sebelum berkata “Besok harus lebih baik lagi merayu akunya.hehe..” diselingi senyuman jahil, Joe langsung berlari menghindari Tian yangg sudah siap memukulnya menggunakan tas cangkleng miliknya. “JOE!!!!!!!!”
. ***
Pelajaran kuliah bersama sudah selesai sore itu, sebagian mahasiswa yang sekitar 3 jam mengisi penuh ruangan itu sudah keluar, namun beberapa yang masih bergelut dengan catatan yang baru, bahkan ada yang bergosip tentang seniornya, lain halnya Tian. Dia masih di tempat itu bukan karena catatan, bukan sedang bergosip, melainkan sedang mengamati benda ramping yang kini tengah dipegang oleh tangan kanannya, dibolak-balikkan benda itu. Tercetak nama mahasiswa beserta NIM, yang membuat Tian tetap diam bukanlah bendanya, melainkan nama pemilik kartu mahasiswa itu, tertulis Patria, Patria Alhabsyar.
Kini bayangan-bayangan masa lalunya kembali berputar dalam benaknya, seperti kilas balik. Matanya menerawang jauh ke suatu tempat, sampai pada akhirnya dia tersadar untuk segera tahu siapa Patria ini sebenarnya. Buru-buru dia memasukkan seluruh alat tulisnya, dan berlari meninggalkan ruangan kelas menuju bagian akademik. Berlari sembari melihat ke arah arlojinya yang menunjukkan pukul 16.00 wib, masih belum terlambat jika langkah kakinya dipercepat. BRUKK. Tian tidak melihat seorang perempuan membawa buku perpus yang baru saja dia tabrak. “Maaf ka, maaf. Aku benar-benar tidak sengaja.” Ucapannya terburu-buru, bercampur antara rasa bersalah dan kegelisahan. Dengan senyuman, perempuan itu menjawab lembut permintaan maaf Tian, “Ya, tidak apa-apa kok.” Berdua mereka membereskan buku yang dibawa perempuan cantik itu, dan setelah mengucapkan maaf untuk yang kesekian kalinya, Tian kembali mempercepat laju larinya.
Finally I found you
Hari pertama untuk memulai kehidupan baru dalam suatu wadah bernama bangku perkuliahan. Bangku? Waktunya untuk memakan bangku perkuliahan setelah bertahun-tahun memakan bangku sekolah. Tian kini sudah bersiap untuk pergi, setelah beberapa hari menjalani masa orientasi mahasiswa baru, mengenakan celana jeans belel panjang, kaos coklat muda yang kemudian disandingkan dengan kemeja kotak-kotak lusuh milik Patria. “I’m ready now! My new life, my new world. But always one love.” Ucapnya di depan cermin setubuh yang terpasang kokoh di dinding kamarnya. Setelah mendengar teriakan lembut sang ibu yang mengingatkan dirinya untuk sarapan karena jam sudah menunjukkan pukul 06.00 wib. Perjalanan menuju kampusnya jauh memang.
“Kau terlihat berbeda,Tian.” Diselidiknya seluruh bagian tubuh anaknya. Menyentuh kemeja lusuh itu, dan terdiam sejenak sebelum akhirnya mengatakan “milik ayah…”. Melihat anaknya yang kini menatap dirinya dengan wajah sedikit bersalah karena tertangkap basah mengambil diam-diam kemeja lama milik suaminya. “cukup..bagus.” ucapnya dengan berat hati. Kini senyuman tersungging di wajah Tian dan tanpa berbasa-basi lagi Tian memeluk serta mengecup pipi sang ibu, “love you,so much! Aku berangkat!” berlari ke depan pintu dan sesaat kemudian, bunyi kedebum memecah keheningan ruangan depan. Tian terjatuh. “hhh…” keluh ibunya, “aku tak apa!” teriak suara dari luar. Di akhiri bunyi pintu ditutup.
Jalanan setapak itu sangat menyiratkan musim panas yang kini merajai hari-hari. Joe, seperti sedang merenungi sesuatu sembari menanti kehadiran perempuan yang beranjak dewasa yang bahkan tak tahu dirinya adalah gadis yang cukup dikagumi. “sorry, terlambat.hehe” senyuman manis tersungging di wajah Tian yang kini menatap Joe dengan wajah bersalah yang dibuat-buat. “telat 10 menit, lumayan..besok harus lebih baik lagi.” Ucap Joe datar melihat ke arah arloji miliknya, berusaha tak acuh dengan tatapan Tian. “Janji deh, besok gak akan terlambat.” Kembali Tian menyunggingkan senyumannya. Melirik sesaat ke arah Tian sebelum berkata “Besok harus lebih baik lagi merayu akunya.hehe..” diselingi senyuman jahil, Joe langsung berlari menghindari Tian yangg sudah siap memukulnya menggunakan tas cangkleng miliknya. “JOE!!!!!!!!”
. ***
Pelajaran kuliah bersama sudah selesai sore itu, sebagian mahasiswa yang sekitar 3 jam mengisi penuh ruangan itu sudah keluar, namun beberapa yang masih bergelut dengan catatan yang baru, bahkan ada yang bergosip tentang seniornya, lain halnya Tian. Dia masih di tempat itu bukan karena catatan, bukan sedang bergosip, melainkan sedang mengamati benda ramping yang kini tengah dipegang oleh tangan kanannya, dibolak-balikkan benda itu. Tercetak nama mahasiswa beserta NIM, yang membuat Tian tetap diam bukanlah bendanya, melainkan nama pemilik kartu mahasiswa itu, tertulis Patria, Patria Alhabsyar.
Kini bayangan-bayangan masa lalunya kembali berputar dalam benaknya, seperti kilas balik. Matanya menerawang jauh ke suatu tempat, sampai pada akhirnya dia tersadar untuk segera tahu siapa Patria ini sebenarnya. Buru-buru dia memasukkan seluruh alat tulisnya, dan berlari meninggalkan ruangan kelas menuju bagian akademik. Berlari sembari melihat ke arah arlojinya yang menunjukkan pukul 16.00 wib, masih belum terlambat jika langkah kakinya dipercepat. BRUKK. Tian tidak melihat seorang perempuan membawa buku perpus yang baru saja dia tabrak. “Maaf ka, maaf. Aku benar-benar tidak sengaja.” Ucapannya terburu-buru, bercampur antara rasa bersalah dan kegelisahan. Dengan senyuman, perempuan itu menjawab lembut permintaan maaf Tian, “Ya, tidak apa-apa kok.” Berdua mereka membereskan buku yang dibawa perempuan cantik itu, dan setelah mengucapkan maaf untuk yang kesekian kalinya, Tian kembali mempercepat laju larinya.
0 komentar:
Post a Comment